Anak-anak membawa kaleng kecil,
meminta di pinggir jalan, di lampu merah, atau di tempat-tempat umum lainnya
sudah menjadi pemandangan yang biasa di negeri ini. Anehnya, semakin hari
mereka menjadi semakin banyak. Entah dari mana mereka datang? Maklumlah,
praktik seperti ini biasanya didalangi oleh seseorang atau oleh satu kelompok
tertentu, jadi terorganisir dengan baik. Mereka terus saja mencari anak-anak
untuk dijadikan kader serta menambah pundi-pundi mereka.
Sangat jelas, praktik ini
adalah satu bentuk pelanggaran hak asasi anak. Sebagaimana yang dijelaskan
dalam UU Perlindungan Anak No.23 tahun 2002 pasal 13 ayat (1) point (b), bahwa
anak-anak berhak mendapat perlindungan dari eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual.
Secara ideal, anak-anak sangat tak
pantas merendahkan harga diri mereka berada di tempat seperti itu. Mereka
seharusnya berada di ruangan kelas, menuntut ilmu, dan bermimpi tentang masa
depan mereka.
Hal ini seharusnya menjadi PR
bagi kita semua, masyarakat, pemerintah, lembaga-lembaga sosial, Ormas, hingga
agama. Namun sangat disayangkan, praktik meminta-minta yang dilakukan oleh
anak-anak seperti ini terkadang seringkali dilakukan dengan membawa embel-embel
agama.
Setiap kita pasti pernah
melihat anak-anak yang meminta-minta di pinggir jalanan, di rumah makan, di
komplek perumahan, bahkan di mushala ataupun masjid, namun anak-anak peminta yang
ini sangat berbeda dengan anak-anak peminta pada umumnya. Mereka membawa embel-embel
agama. Lebih parah lagi, embel-embel agama yang mereka bawa tersebut merupakan
agama terbesar di tanah air ini, yang apabila diprotes akan membahayakan banyak
orang dengan aksi anarkisnya.
Anak-anak peminta tersebut
biasaya penampilannya berbeda. mereka bisasanya berbaju koko, memakai peci
putih, serta membawa kotak atau keranjang. Pada kotak atau keranjang tersebut
terdapat tulisan berbahasa arab yang memiliki makna filosofis yang tinggi. Tulisan
tersebut biasanya berupa nama sekolah, yayasan, pesantren, mushala ataupun
mesjid. Bukankah ini salah satu bentuk eksploitasi anak bekedok agama? menggukanan simbol-simbol agama
untuk mencari perlindungan agar praktik semacam ini dianggap benar. Secara
terang-terangan mengunakan tenaga anak-anak dibawah umur demi satu kepentingan.
Hal yang sangat salah.
Meskipun sudah dipoles dengan
latar belakang agama, hal ini tetap saja salah. Rasanya, apapun agamanya,
siapapun Tuhanya, tidak mungkin mengajarkan hal seperti ini. Apalagi, agama yang katanya rahmatanlil’alamin, sangat tidak
mungkin. Islam memang mengajarkan dan mengajurkan umatnya untuk menyayangi dan
menyantuni anak yatim. Namun, tidak ada satu dalil pun yang mengajarkan atau
menganjurkan seseorang untuk meminta-minta. Jadi, dalam hal ini bukan agama
yang salah, karena memang tidak ada satupun yang salah di dunia ini. Hal ini
hanyalah ulah beberapa pelaku agama yang tidak mengerti agama, namun sok mengerti.
Sepertinya, Komisi Nasional
Perlindungan Anak (Komnas PA) perlu segera turun tangan, agar hal ini tidak
berlarut-larut dan terus merusak regenerasi bangsa ini. Komnas PA perlu
mengadakan dialog bersama pihak-pihak yang terkait dengan hal ini, seperti
pemilik yayasan, pimpinan pesantren, pengurus mushala atau mesjid, serta siapa
saja yang terkait dengan hal ini.
Hal ini sangat jelas akan
merusak regenerasi bangsa. Anak-anak merupakan cikal-bakal pemimpin di masa
yang akan datang. Jika dari kecil mereka telah
diajarkan merendahkan harga diri mereka dengan meminta-minta dan hanya
menerima pemberian dari orang lain, tanpa ada usaha sedikitpun. Ya, jangan
harap dimasa yang akan datang akan ada pemimpin yang ideal, serta bersih dari
korupsi. nonsen !
Comments
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan komentar anda di sini